Dili, Timor-Leste, [4 September 2024] – Asosiasi Alumni Parlemen Pemuda Timor Leste (APFTL) mengecam keras tindakan brutal yang dilakukan tim gabungan SEATOU dan Sanitasi Kota Dili pada Selasa, 3 September 2024, sekitar jam 7-8 malam. Dalam kejadian yang sangat memprihatinkan tersebut, petugas tidak hanya membubarkan pedagang di kawasan Komoro, namun juga melakukan aksi kekerasan yang mengakibatkan kerusakan parah pada gerobak dan produk usahanya.
Aksi ini tidak hanya merusak barang, tapi juga menghancurkan harapan dan impian para pedagang kecil. Gerobak rusak dan sayur mayur berserakan, menjadi bukti kerja keras dan perjuangan mereka dalam mencukupi kebutuhan pangan dan nafkah keluarga.
Bayangkan, orang tua yang setiap pagi hingga malam keluar berjualan gula, harus melihat dengan mata kepala sendiri, barang miliknya rusak. Anak-anak kecil yang tadinya menunggu makanan kesukaannya atau membeli baju baru, kini kecewa karena sumber penghasilan orang tuanya hilang.
Anak-anak kecil yang menemani orang tuanya berjualan gula, mengalami trauma yang dapat mempengaruhi kesehatan mentalnya, karena mereka menyaksikan langsung penderitaan orang tuanya yang tim SEATOU dan Sanitasi Kota Dili, menghancurkan barang-barang dan sayuran mereka.
Lebih lanjut, APFTL menggarisbawahi kegagalan pemerintah dalam menyelenggarakan kegiatan usaha rakyat kecil. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan imbauan kepada para pedagang untuk tidak berjualan di tempat keramaian, namun imbauan tersebut tidak disertai dengan solusi alternatif yang tepat. Pemerintah harus menyediakan tempat berjualan yang memadai, tersedia dan mudah dijangkau bagi pedagang kecil, sehingga mereka dapat terus berjualan tanpa mengganggu lalu lintas.
Pasar Manleuana dan Taibessi, sebagai pusat pasar yang menerima produk pertanian atau hortikultura dari pemerintah kota, namun tidak strategis dalam hal pendistribusiannya ke konsumen dan juga tidak dapat diakses oleh masyarakat awam dengan cepat dan mudah.
Kehadiran gerobak dan pedagang kaki lima seperti di Becora, Audian, Fatuhada, Bairo Pite, Elemloi, Kampung Baru, Pasar Eks Komoro dan lain-lain, telah memudahkan masyarakat miskin mengakses produk lokal untuk konsumsi rumah tangganya. Para pedagang di tempat-tempat tersebut hanya menggunakan waktu tertentu, tidak seharian penuh, sehingga mereka hanya perlu berorganisasi lebih baik, mendukung dan menggairahkan kegiatan usahanya, sehingga mereka mempunyai kesempatan memperoleh penghasilan untuk menunjang kebutuhan rumah tangganya.
Perilaku brutal ini telah berulang kali ditunjukkan, mencerminkan kurangnya kebijakan pemerintah yang berpihak pada masyarakat miskin untuk mensejahterakan masyarakat miskin. Pemerintah harus lebih proaktif dalam mencari win-win solution, antara usaha kecil dan ketertiban umum, daripada menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Kegagalan pemerintah dalam mengatur kegiatan usaha masyarakat miskin memperburuk situasi.
Mereka tahu cara membinasakan, menghancurkan dan membinasakan, namun mereka tidak tahu bagaimana merangsang dan mendukung aktivitas bisnis masyarakat miskin.
APFTL memerlukan:
Tindakan brutal ini menjadi noda hitam dalam sejarah penegakan hukum di negara kita. Kami berharap pemerintah dapat mengambil langkah tegas untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali di masa mendatang. Kita telah mengalami September Kelam tahun 1999, dan mudah-mudahan tidak akan ada lagi September Kelam di masa depan.